Friday, September 11, 2009

APA ITU KESUCIAN

APA ITU KESUCIAN
(Thomas H Green,SJ)


Pada tingkat pemahaman paling dangkal kata ini dapat berarti “saleh” atau “alim”, dan mengacu kepada mereka yang memamerkan agamanya dan menyebut Allah atau kehendakNya dalam setiap kalimat yang mereka ucapkan. Awalnya saya memandang kesucian sebagai suatu prestasi, hasil kemauan yang kuat dan ingkar diri sarat askesis terhadap “dunia, daging serta setan”. Sehingga mereka berikhtiar mendaki gunung dengan tenaga dan upaya mereka sendiri. Itulah sebabnya yang berhasil menjadi begitu mengesankan, tetapi akhirnya kodrat manusia memberontak. Upaya untuk ”melaksanakannya demi Allah”, secara cepat dan radikal, ternyata terlalu drastis dan tergesa-gesa. Program serta jadwalnya ditentukan oleh mereka sendiri, bukan oleh Tuhan. Bagaimana supaya program dan jadwalnya Tuhan yang tentukan ?
St.Benediktus yang pada mulanya hidup sebagai rahib di padang gurun, segera menemukan bahwa kesucian tidaklah ditemukan dalam matiraga yang drastis serta penyangkalan diri yang radikal sebagaimana dijalankan para petapa di padang gurun, melainkan dalam kehidupan biasa-biasa saja suatu kesucian yang dihayati dalam hidup sehari-hari, bersama teman-teman, dijiwai oleh cinta persaudaraan yang mengagumkan.
Pertama-tama ini bukan proyek saya sendiri, melainkan proyek Allah, ini bukan hadiah yang saya berikan atau cita-cita yang mesti saya capai, tetapi anugrah yang saya sambut, karya yang ”bagian terbesarnya” dikerjakan Allah sendiri. Saya mengatakan bagian terbesar, karena kita juga harus berbuat sesuatu, Dia segera akan mengundang kita turut serta dalam perjamuan bersamaNya (Why 3;20). Tetapi kita harus membuka pintu; Allah tidak akan pernah mengundang kita secara paksa. Berbeda dari mendaki gunung Tuhan dengan mengandalkan tenaga dan usaha sendiri dengan berkorban tidak sedikit,, padahal yang perlu hanya merelakan dirinya digotong naik!Dan ternyata hal ini tidak terlalu mudah dilakukan. Menomor-duakan usaha pribadi dan belajar menari seirama dengan Allah mengandalkan suatu matiraga yang tak kalah tuntutannya dibandingkan dengan perjuangan yang akhirnya mematikan semangat beberapa teman novisiat saya. Kita dipanggil menjalankan suatu matiraga yang berbeda, yaitu matiraga yang lebih bersifat penyerahan diri daripada penyempurnaan diri.

”Ada kebenaran Allah karena iman akan Yesus Kristus bagi semua orang, orang yahudi dan orang kafir, yaitu semua orang yang percaya. Sebab tidak ada perbedaan. Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan Cuma-Cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.....Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah ? Tidak ada!.Karena kami yakin bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum ....” (Rm 3:22-24,27-28)
Jadi, segalanya adalah anugrah,. Perjuangan saya pada awalnya bukanlah berupaya memperoleh hadiah melainkan menyambut hadiah itu, mengijinkan Allah memberikannya kepada saya, dan semakin menyadari sepenuh-penuhnya bahwa semuanya ini sungguh-sungguh anugrah.”Ketika kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan Allah” (Rm 5:6) Kesadaran akan anugrah yang diberikan dengan Cuma-Cuma mungkin menjadi pelajaran pokok tentang kesucian yang harus saya pelajari.
Pemberian Tuhan mengandalkan kerjasama yang aktif dan kadang-kadang intensif. Menyambut tidak berarti bersikap pasif.
Seperti kata St.Yohanes dari Salib, bahwa seluruh ciptaan baik adanya. Masalahnya bukan pada ciptaan, tetapi tidak tertibnya kita melekat padanya. Keluarga saya, pacar saya, beasiswa saya, teman-teman saya, keinginan saya-semuanya sungguh baik adanya, hanya cara kita melekat padanya yang harus ditertibkan. Tetapi menurut St. Ignatius, semuanya ini hanyalah sarana bukan tujuan. Tujuan satu-satunya ialah kemuliaan Allah dan keselamatan pribadi kita. Segala yang lain hanya sekedar jalan demi tercapainya tujuan akhir itu. Kita telah melihat bahwa yang penting bukan yang kita usahakan sendiri, melainkan bagaimana kita merelakan Tuhan mengerjakannya dalam diri kita.

No comments:

Post a Comment